Ruwatan adalah satu upacara kepercayaan yang diyakini sebagai ritual membuang sial yang disebut sukerto alias penderitaan. Istilah ruwatan, artinya membebaskan ancaman dari mara bahaya yang datangnya dari Batoro Kolo, raksasa pemakan manusia, anak raja para dewa yakni Batoro Guru.
Batoro Kolo, menurut kepercayaan kemusyrikan ini, adalah raksasa buruk jelmaan dari mani (sperma) Batoro Guru yang berceceran dilaut, ketika gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan, karena Batari Uma belum siap.
Karena Batoro Guru gagal mengendalikan diri “dengan sang waktu” (kolo) maka mani yang tercecer dilaut dan menjadi raksasa buruk itu disebut Batoro Kolo, pemakan manusia.
Lalu Batoro Guru berjanji akan memberi makan enak yaitu manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu. Seperti kelahiran tanggal sekian yang menurut perhitungan klenik (tathoyyur) akan mengalami sukerto alias penderitaan.
Juga yang lahir dalam keadaan ontang-anting (tunggal), kembang sepasang (dua anak lelaki semua atau perempuan semua), sendang apit pancuran (pria, wanita, pria), pendowolimo (5anakpria semua).
Itulah orang-orang yang harus diruwat menurut kepercayaan dari cerita wayang. Padahal, cerita wayang itu semodel juga dengan cerita tentang Pendeta Durno yang menyetubuhi kuda lantas lahirlah Aswotomo.
Konon Durno diartikan mundur-mundur keno/kena,jadi dia naik kuda betina lantas mundur-mundur maka kenalah ke kemaluan kuda, akhirnya kuda itu melahirkan anak manusia. Hanya saja anakyang lahir dari kuda ini diceritakan tidak jadi raksasa dan tidak memakan manusia.
Jadi, nilai cerita ruwatan itu sebenarnyajuga hanyasepertinilai cerita yang dari segi mutunya saja sangat tidak bermutu, seperti anak lahir dari rahim kuda itu tadi.
Upacara ruwatan itu bermacam-macam. Ada yang dengan mengubur seluruh tubuh orang/ anak yang diruwat kecuali kepalanya, ada yang disembunyikan di tempat tertentu dsb.
Itulah acara ruwatan untuk menghindari Batoro Kolo dengan upacara sepertiitu dan wayangan. Biasanya wayangan itu untuk memuji-muji Batoro Kolo, agar terhanyut dengan pujian itu, dan lupa memangsa.
sumber:
Ust. Hartono Ahmad Jaiz
Batoro Kolo, menurut kepercayaan kemusyrikan ini, adalah raksasa buruk jelmaan dari mani (sperma) Batoro Guru yang berceceran dilaut, ketika gagal bersenggama dengan permaisurinya, Batari Uma, ketika bercumbu di langit sambil menikmati terang bulan, karena Batari Uma belum siap.
Karena Batoro Guru gagal mengendalikan diri “dengan sang waktu” (kolo) maka mani yang tercecer dilaut dan menjadi raksasa buruk itu disebut Batoro Kolo, pemakan manusia.
Lalu Batoro Guru berjanji akan memberi makan enak yaitu manusia yang dilahirkan dalam kondisi tertentu. Seperti kelahiran tanggal sekian yang menurut perhitungan klenik (tathoyyur) akan mengalami sukerto alias penderitaan.
Juga yang lahir dalam keadaan ontang-anting (tunggal), kembang sepasang (dua anak lelaki semua atau perempuan semua), sendang apit pancuran (pria, wanita, pria), pendowolimo (5anakpria semua).
Itulah orang-orang yang harus diruwat menurut kepercayaan dari cerita wayang. Padahal, cerita wayang itu semodel juga dengan cerita tentang Pendeta Durno yang menyetubuhi kuda lantas lahirlah Aswotomo.
Konon Durno diartikan mundur-mundur keno/kena,jadi dia naik kuda betina lantas mundur-mundur maka kenalah ke kemaluan kuda, akhirnya kuda itu melahirkan anak manusia. Hanya saja anakyang lahir dari kuda ini diceritakan tidak jadi raksasa dan tidak memakan manusia.
Jadi, nilai cerita ruwatan itu sebenarnyajuga hanyasepertinilai cerita yang dari segi mutunya saja sangat tidak bermutu, seperti anak lahir dari rahim kuda itu tadi.
Upacara ruwatan itu bermacam-macam. Ada yang dengan mengubur seluruh tubuh orang/ anak yang diruwat kecuali kepalanya, ada yang disembunyikan di tempat tertentu dsb.
Itulah acara ruwatan untuk menghindari Batoro Kolo dengan upacara sepertiitu dan wayangan. Biasanya wayangan itu untuk memuji-muji Batoro Kolo, agar terhanyut dengan pujian itu, dan lupa memangsa.
sumber:
Ust. Hartono Ahmad Jaiz
Tag :
Berita