Suasana duka menyelimuti keluarga Akhmad Solikhin, warga Dusun Kebonagung, Jogomulyo, Tempuran di Kabupaten Magelang. Laki-laki berusia 20 tahun ini merupakan salah satu korban yang selamat dari pesta minuman keras (miras) oplosan berujung maut.
Solikhin memang ikut menenggak miras oplosan pada pekan lalu. Beruntung ia selamat. Hanya saja, kedua matanya tidak mampu melihat dan dinyatakan mengalami kebutaan. ”Setelah minum-minum, mata saya tidak bisa melihat,” ungkap Solikhin seperti dikutip Radar Jogja.
Saat ditemui kemarin (13/10), Solikhin tengah duduk di ruang tamu bersama beberapa anggota keluarganya. Tatapan matanya kosong dan berkaca-kaca. Ia sudah tidak bisa melihat apa-apa. Tangannya hanya memegangi sebuah tongkat dengan panjang satu meter yang terbuat dari bambu.
”Kami berdua minum di perkebunan pepaya tidak jauh dari rumah. Saya sendiri tidak tahu minumanya apa. Waktu itu dikasih untuk jamu saja,” tuturnya.
Saat itu, minuman yang disiapkan Fauzan sudah dalam kemasan plastik bercampur minuman segar bersoda. Tidak ada yang aneh dengan minuman itu. Berdua bersama Fauzan, Solikhin minum tanpa curiga. Ia juga tidak merasakan keanehan pada rasa miras oplosan yang diberikan padanya.
”Setelah minum, teman saya Fauzan meninggal dunia Selasa sore. Waktu itu saya hanya mengalami pandangan kabur. Tetapi tidak terduga, malah saya mengalami kebutaan hingga sekarang. Saya kapok,” sesalnya.
Ibunda Solikhin, Noimah 38, menjelaskan, anaknya selepas minum miras oplosan itu hanya tertidur di rumah. Waktu itu, penglihatannya masih seperti biasa. Setelah dibawa ke rumah sakit di Kota Magelang, Solikhin mengalami kebutaan hingga sekarang.
Sehari-hari, Noimah bekerja sebagai tukang pijat bayi di desanya. Selain itu, ia juga bekerja di toko laundry pakaian di Jalan Magelang-Purworejo, tepatnya di dekat Kecamatan Tempuran.
Setelah anaknya pertama mengalami kebutaan, praktis dirinya menjadi tulang punggung keluarga.”Bapak dari anak-anak (suami Noimah) sudah meninggal dunia sejak Akhmad Solikhin duduk di kelas 2 SD. Kini, saya tinggal di rumah bersama tiga anak saya, simbah, dan istri Akhmad Solikhin. Penghasilan per bulan saya, Rp 450 ribu,” katanya.
sumber: jpnn.com
Solikhin memang ikut menenggak miras oplosan pada pekan lalu. Beruntung ia selamat. Hanya saja, kedua matanya tidak mampu melihat dan dinyatakan mengalami kebutaan. ”Setelah minum-minum, mata saya tidak bisa melihat,” ungkap Solikhin seperti dikutip Radar Jogja.
Saat ditemui kemarin (13/10), Solikhin tengah duduk di ruang tamu bersama beberapa anggota keluarganya. Tatapan matanya kosong dan berkaca-kaca. Ia sudah tidak bisa melihat apa-apa. Tangannya hanya memegangi sebuah tongkat dengan panjang satu meter yang terbuat dari bambu.
Solikhin mengaku gangguan penglihatannya bermula saat dirinya diberi minuman oleh temannya yang juga bekerja sebagai pengangkut kayu, yaitu Akhmad Fauzan. Kebetulan, Fauzan yang masih tetangga dengan Solikih mengajak minum bersama pada Senin malam (6/10).
”Kami berdua minum di perkebunan pepaya tidak jauh dari rumah. Saya sendiri tidak tahu minumanya apa. Waktu itu dikasih untuk jamu saja,” tuturnya.
Saat itu, minuman yang disiapkan Fauzan sudah dalam kemasan plastik bercampur minuman segar bersoda. Tidak ada yang aneh dengan minuman itu. Berdua bersama Fauzan, Solikhin minum tanpa curiga. Ia juga tidak merasakan keanehan pada rasa miras oplosan yang diberikan padanya.
”Setelah minum, teman saya Fauzan meninggal dunia Selasa sore. Waktu itu saya hanya mengalami pandangan kabur. Tetapi tidak terduga, malah saya mengalami kebutaan hingga sekarang. Saya kapok,” sesalnya.
Ibunda Solikhin, Noimah 38, menjelaskan, anaknya selepas minum miras oplosan itu hanya tertidur di rumah. Waktu itu, penglihatannya masih seperti biasa. Setelah dibawa ke rumah sakit di Kota Magelang, Solikhin mengalami kebutaan hingga sekarang.
Sehari-hari, Noimah bekerja sebagai tukang pijat bayi di desanya. Selain itu, ia juga bekerja di toko laundry pakaian di Jalan Magelang-Purworejo, tepatnya di dekat Kecamatan Tempuran.
Setelah anaknya pertama mengalami kebutaan, praktis dirinya menjadi tulang punggung keluarga.”Bapak dari anak-anak (suami Noimah) sudah meninggal dunia sejak Akhmad Solikhin duduk di kelas 2 SD. Kini, saya tinggal di rumah bersama tiga anak saya, simbah, dan istri Akhmad Solikhin. Penghasilan per bulan saya, Rp 450 ribu,” katanya.
sumber: jpnn.com
Tag :
Berita