Sebelumnya, Jusuf Kalla menyampaikan bahwa belum ada anggaran bagi pemerintah untuk membeli aset PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp 781 miliar. Ia membantah informasi bahwa pemerintah akan mengalokasikan dana pembelian PT Lapindo dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 yang disusun pada Januari tahun depan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menanggung kewajiban PT Minarak Lapindo Jaya untuk membayarkan uang kepada warga yang terkena dampak lumpur Lapindo, Sidoardjo.
Menurut Kalla, transaksi antara PT Minarak Lapindo Jaya dan warga bukanlah pembayaran ganti rugi, melainkan jual beli lahan. "Tidak, pemerintah tidak pernah menanggung, itu bukan ganti rugi, itu pembelian tanah. Jadi, Lapindo tetap membayar, itu perdata, jadi bukan ganti rugi, salah itu," kata Kalla di Jakarta, Rabu (10/12/2014).
Politisi Partai Golkar ini juga menegaskan bahwa pemerintah tidak mungkin mengambil alih penyelesaian pembayaran Lapindo karena kasus Lapindo ini bukan persoalan ganti rugi. "Memang Lapindo pada waktu itu membeli tanah dengan harga tiga atau empat kali lipat, tetapi kalau itu (lumpur) berhenti, langsung Lapindo kaya lagi karena dapat 1.000 hektar lahan kan," sambung Kalla.
Ia juga mengingatkan bahwa Lapindo masih memiliki utang pembayaran lahan Rp 780 miliar dan harus dilunasi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa pemerintah berencana membeli aset PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp 781 miliar. Hal ini dilakukan supaya Lapindo, yang tengah dilanda krisis keuangan, bisa melunasi tunggakan kepada masyarakat yang masuk dalam peta area terdampak.
Basuki mengungkapkan, pembelian aset Lapindo itu akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Aset yang akan dibeli pemerintah, sebut Basuki, akan bernilai Rp 781 miliar. Dengan pembelian itu, pemerintah meminta Lapindo untuk bisa melunasi tunggakan kepada masyarakat.
Selama ini, korban dalam peta area terdampak menjadi tanggung jawab Lapindo, sedangkan ganti rugi untuk korban di luar peta area terdampak ditanggung oleh pemerintah. Namun, karena Lapindo sudah kehabisan dana, belum semua korban dalam peta area terdampak yang mendapatkan ganti rugi.
Pada Maret lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan enam korban lumpur Lapindo yang berada dalam area terdampak. Intinya, MK meminta negara—dengan kekuasaan yang dimiliki—menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi korban dalam peta area terdampak.
PT Minarak Lapindo Jaya sudah melunasi sebagian besar kewajiban pembayaran ganti rugi senilai Rp 3,8 triliun. Namun, masih ada kekurangan Rp 781 miliar yang belum dibayar. Lapindo berdalih tengah dilanda kesulitan keuangan. Sementara itu, pemerintah sejak 2007 hingga 2014 sudah mengeluarkan dana anggaran hingga Rp 9,53 triliun untuk membiayai Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
sumber: kompas.com
Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menanggung kewajiban PT Minarak Lapindo Jaya untuk membayarkan uang kepada warga yang terkena dampak lumpur Lapindo, Sidoardjo.
Menurut Kalla, transaksi antara PT Minarak Lapindo Jaya dan warga bukanlah pembayaran ganti rugi, melainkan jual beli lahan. "Tidak, pemerintah tidak pernah menanggung, itu bukan ganti rugi, itu pembelian tanah. Jadi, Lapindo tetap membayar, itu perdata, jadi bukan ganti rugi, salah itu," kata Kalla di Jakarta, Rabu (10/12/2014).
Politisi Partai Golkar ini juga menegaskan bahwa pemerintah tidak mungkin mengambil alih penyelesaian pembayaran Lapindo karena kasus Lapindo ini bukan persoalan ganti rugi. "Memang Lapindo pada waktu itu membeli tanah dengan harga tiga atau empat kali lipat, tetapi kalau itu (lumpur) berhenti, langsung Lapindo kaya lagi karena dapat 1.000 hektar lahan kan," sambung Kalla.
Ia juga mengingatkan bahwa Lapindo masih memiliki utang pembayaran lahan Rp 780 miliar dan harus dilunasi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan bahwa pemerintah berencana membeli aset PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp 781 miliar. Hal ini dilakukan supaya Lapindo, yang tengah dilanda krisis keuangan, bisa melunasi tunggakan kepada masyarakat yang masuk dalam peta area terdampak.
Basuki mengungkapkan, pembelian aset Lapindo itu akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Aset yang akan dibeli pemerintah, sebut Basuki, akan bernilai Rp 781 miliar. Dengan pembelian itu, pemerintah meminta Lapindo untuk bisa melunasi tunggakan kepada masyarakat.
Selama ini, korban dalam peta area terdampak menjadi tanggung jawab Lapindo, sedangkan ganti rugi untuk korban di luar peta area terdampak ditanggung oleh pemerintah. Namun, karena Lapindo sudah kehabisan dana, belum semua korban dalam peta area terdampak yang mendapatkan ganti rugi.
Pada Maret lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan enam korban lumpur Lapindo yang berada dalam area terdampak. Intinya, MK meminta negara—dengan kekuasaan yang dimiliki—menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi korban dalam peta area terdampak.
PT Minarak Lapindo Jaya sudah melunasi sebagian besar kewajiban pembayaran ganti rugi senilai Rp 3,8 triliun. Namun, masih ada kekurangan Rp 781 miliar yang belum dibayar. Lapindo berdalih tengah dilanda kesulitan keuangan. Sementara itu, pemerintah sejak 2007 hingga 2014 sudah mengeluarkan dana anggaran hingga Rp 9,53 triliun untuk membiayai Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.
sumber: kompas.com
Tag :
Berita