Ayo nglestarekno Budoyo Jowo ben ora ilang Soko Bumi Nusantoro

5 Film Barat yang Batal Tayang di Indonesia

SEMESTINYA, di bioskop-bioskop tanah air saat ini sedang diputar film Noah yang dibintangi Russell Crowe sebagai Nabi Nuh.

Tapi apa daya, film kisah hidup Nabi Nuh itu tak lolos sensor Lembaga Sensor Film (LSF). Maka, Noah pun batal tayang di Indonesia, seperti halnya di negara-negara Timur Tengah dan Malaysia.

Namun sesungguhnya, Noah bukan satu-satunya film asing yang batal tayang di Indonesia. Ada sejumlah film lain yang urung kita saksikan di bioskop lantaran lembaga sensor maupun pemerintah melarang.

Ada macam-macam alasan sebuah film asing dilarang tayang. Tapi umumnya sih karena terkait masalah SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) maupun karena alasan politik, yakni film tertentu tak sesuai dengan kebijakan rezim di Indonesia kala filmnya hendak rilis.

Namun, yang patut dicatat, walau dilarang tayang, film-film tersebut toh pada akhirnya bisa disaksikan oleh penonton tanah air. Film-film yang kami sebutkan di bawah ini belakangan beredar dalam bentuk VCD original maupun tayang di layar kaca yang artinya sudah lolos sensor. Maupun, yang tak boleh rilis resmi bisa disaksikan lewat VCD/DVD bajakan yang beredar luas.

5 Film Barat yang Batal Tayang di Indonesia


1. The Year of Living Dangerously (1982)

Aslinya, film ini diangkat dari novel berjudul sama karangan C.J. Koch. Sutradaranya, Peter Weir mengangkat situasi politik Indonesia pada 1965, menjelang peristiwa Gerakan 30 September (G-30 S). Lantaran menggarap isu sensitif itu, Weir tak diberi izin melakukan syuting di Indonesia oleh Presiden Soeharto yang masih berkuasa kala itu. Sebagai gantinya, Weir memindahkan lokasi syuting ke Filipina. Ia mengasting artis Filipina jadi orang Indonesia.

Weir menampilkan Jakarta mirip daerah kumuh di Calcutta, India. Jalan menuju Hotel Indonesia dilalui sapi yang lalu-lalang. Bagi penonton Barat, film ini berhasil memotret situasi politik Indonesia saat itu dengan baik. Film ini memberi tiket bagi Peter Weir dan Mel Gibson, keduanya asli Australia, berkiprah di Hollywood. Satu Piala Oscar diraih Linda Hunt untuk aktris pembantu terbaik. Kisah diawali kedatangan Guy Hamilton (Gibson) di Jakarta sebagai wartawan media Australia, ABS pada 1965. Sebagai wartawan baru Guy beruntung bertemu fotografer blasteran Australia-Cina, Billy Kwan (Hunt).

Berkat Billy, Guy berhasil mewawancarai Ketua Umum PKI, Aidit. Billy juga mengenalkan Guy pada Jill Bryant (Sigourney Weaver), wanita cantik yang bekerja di kedubes Inggris. Sejurus kemudian Guy dan Jill berpacaran. Jill memberi tahu informasi rahasia kalau Tiongkok mengirim satu kapal laut penuh senjata untuk mempersenjatai PKI. Informasi ini diberitakan Guy. Buntutnya, ia jadi sasaran PKI. Sebelum tertangkap PKI, keburu terjadi peristiwa G-30 S. PKI kalah dan justru dibasmi militer. Karena mengangkat kekacauan Indonesia di tahun 1960-an film ini dilarang tayang di Indonesia. Saat Orde Baru tumbang, filmnya kemudian dirilis dalam bentuk VCD original dan pernah pula tayang di TV nasional.

2. Schindler's List (1994)

Steven Spielberg menjadi anak kesayangan umat Yahudi ketika membesut Schindler's List. Spielberg, yang juga Yahudi, merasa sangat tergugah untuk menyadarkan manusia akan peristiwa Holocaust alias pembantaian jutaan umat Yahudi di masa Perang Dunia II oleh Nazi. Sejak membaca buku darimana kisah Schindler's List berasal pada tahun 1982, Spielberg sudah bertekad memfilmkannya. Sepuluh tahun berlalu, tekad itu diwujudkannya. Schindler's List bercerita tentang Oskar Schindler (Liam Neeson), pengusaha Jerman, yang mempekerjakan tawanan Yahudi di pabriknya.

Semula, niatan Oskar semata masalah ekonomi--ia tak perlu bayar buruh Yahudi. Namun, belakangan rasa kemanusiaan Oskar terlecut. Ia menyelamatkan 1.100 orang Yahudi di pabriknya dari kekejian Nazi. Schindler's List menggedor dunia dengan fakta-fakta keji kekejaman Nazi pada Yahudi. Namun, di lain pihak keberhasilan Spielberg mengingatkan dunia atas peristiwa Holocaust itu juga dianggap upayanya memitoskan peristiwa itu dan Yahudi. Nah, di sini kemudian filmnya menimbulkan persoalan. Di negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim, mengangkat tema Yahudi persoalan sensitif. Walhasil, di Indonesia, film ini pada akhirnya tak bisa tayang di bioskop karena ditentang umat Islam. Tapi, VCD/DVD bajakannya masih bisa dengan mudah ditemukan kini di lapak-lapak DVD bajakan.

3. True Lies (1994)

Di tabloid Bintang Indonesia edisi 186, minggu ketiga September 1994, dimuat resensi film True Lies. Ini artinya, kala itu, wartawan tabloid ini sudah nonton filmnya duluan saat pemutaran khusus. Di tabloid itu ditulis, "Arnold Schwarzenegger dan sutradara James Cameron adalah jaminan sukses film eksyen dengan spesial efek memukau. Tapi True Lies bukan sekedar eksyen... James Cameron mengemas karyanya dalam komedi eksyen...." Di film ini, jagoan kita, Harry Tasker (Schwarzenegger), selain harus menyelamatkan negaranya dari ancaman teroris, ia juga harus menyelamatkan perkawinannya yang tengah di ambang kehancuran. Tak ada masalah dengan tema ceritanya.

Yang masalah siapa yang kemudian jadi terorisnya. Di True Lies, yang jadi teroris adalah Azis (dimainkan Art Malik) seorang keturunan Arab. Penggambaran orang Arab jadi teroris tentu menimbulkan prasangka bahwa terorisme identik dengan Arab dan Islam. Ujungnya, di negeri ini, True Lies yang sudah ditulis ulasannya pun batal tayang.

4. Balibo/Balibo Five (2009)

Sejarah mencatat, pada 1975 Indonesia mengintegrasikan wilayah bekas jajahan Portugal di ujung pulau Timor. Peristiwa itu lebih pas disebut operasi militer. Lima wartawan Australia dikirim meliput peristiwa itu. Lima jurnalis itu kemudian tewas di Balibo, wilayah perbatasan di Timor Leste. Versi filmnya rilis awal 2009 di Australia. hanya sepekan sebelum Kepolisian Australia (AFP) mengumumkan akan membuka kembali kasus-kasus dugaan kejahatan perang tersebut.

Menurut pihak Australia, Gary Cunningham, Malcolm Rennie, Greg Shackleton, Tony Stewart, dan Brian Peters diduga dieksekusi oleh pasukan khusus TNI pada Oktober 1975. Tujuannya, agar mereka tidak menyiarkan secara detail invasi Indonesia atas Timor Timur. Sebaliknya, bagi Indonesia, kasus Balibo telah selesai. Pemerintah jauh-jauh hari telah menyatakan tidak ada pembunuhan, kelima wartawan tersebut tewas dalam baku tembak antara TNI dan tentara pro kemerdekaan Timor Timur. Kasus Balibo, bagi Indonesia telah ditutup. Versi filmnya semula dijadwalkan diputar di Jakarta International Film Ferstival (Jiffest) tahun 2009.

Namun, LSF melarang pemutaran film tersebut. Pemutaran perdana film kontroversial Balibo Five karya sutradara Robert Connolly di Jakarta, Selasa malam 1 Desember 2009, batal karena tidak mendapat izin LSF. Ketika pemberitaan soal Balibo Five dan larangannya menghangat, versi bajakan film ini dengan mudah dapat dibeli di lapak DVD bajakan.

5. Noah (2014)

LSF menyatakan tidak memberi tanda lulus sensor terhadap film Noah. Film karya Darren Aronofsky dengan Russell Crowe sebagai Nabi Nuh itu dinilai memiliki konten yang tidak pas dengan ajaran agama yang dianut penduduk Indonesia. Pertimbangan utama: Noah tidak sesuai dengan cerita dalam kitab suci. LSF meminta pengelola bioskop tidak memutar film tersebut. Putusan LSF itu dikeluarkan 21 Maret lalu.

sumber:
tabloidbintang.com
Tag : Artis, Berita
Back To Top