Bertambah lagi kasus dugaan malpraktek yang dilakukan oleh profesi dokter.
Kali ini kasus tersebut menimpa dr Dewa Ayu Sasiary Prawan, SpOG. Ayu ditahan Jumat (08/11) lalu karena dugaan malpraktek yang ia lakukan bersama dua rekannya, saat membantu persalinan pasien pada 2010 lalu.
Menurut keterangan yang disampaikan oleh ketua PB IDI Zaenal Abidin, Ayu beserta dua rekannya tidak melakukan suatu tindakan salah atau malpraktek. Sebab, seluruh standart operasi telah dilakukan dengan benar.
Apa benar dr Ayu melakukan malpraktik?
“Menurut dokter saksi, semua standart operasi telah dilakukan. Tidak benar kalau itu kalau lalai,” tutur Zaenal saat dihubungi kemarin malam. Zaenal menyayangkan adanya penangkapan yang dilakukan terhadap Ayu.
Ia merasa jika kasus gagalnya seorang dokter dalam menangani sesuatu dianggap melanggar hukum, maka kedepannya tidak akan ada dokter yang mau melakukan tindakan emergency lagi.
“Jika dokter sudah melakukan sesuai prosedur dan hasilnya lain, itu diluar kuasa dokter. Kita hanya bisa ikhtiar dan Tuhan yang menentukan. Perjanjian seorang dokter dan pasien adalah proses, hasil kita pasrahkan,” kata Zaenal.
Lebih jauh Zaenal menjelaskan, bahwa sang pasien yang bernama Julia Fransiska Makatey (26) merupakan pasien rujukan dari puskesmas. Pasien yang mengandung anak kedua tersebut diketahui telah mengejan dan dijadwalkan untuk persalinan normal. Namun ternyata dalam kurun waktu 8 jam, tidak ada kemajuan bahkan dinyatakan dalam keadaan gawat janin.
Oleh karena itu, tindakan operasi sesar. Pada operasi tersebut, keluar darah hitam yang menandakan sang ibu kekurangan oksigen. Tim dokter berhasil mengeluarkan sang bayi perempuan dengan berat 4,1 kg. namun sayangnya, kondisi sang ibu memburuk dan 20 menit kemudian meninggal.
Meninggalnya sang ibu memunculkan dugaan adanya kelalaian yang dilakukan oleh pihak dokter yang menangani. Hal itu kemudian yang membuat Ayu dan kedua rekannya melakukan malpraktek dan dilaporkan ke pihak berwajib.
“Yang dipermasalahkan adalah terjadinya emboli pada pasien. Sehingga ia harus dipenjara,” ujar Zaenal.
Padahal, kata dia, emboli udara atau gelembung udara yang masuk ke jantung pasien dan menyebabkan terjadinya gangguan peredaran darah tidak dapat diperkirakan oleh dokter. Selain itu, seluruh standar operasi juga telah dilakukan. Diakuinya, emboli merupakan kejadian yang jarang sekali terjadi, dan sekalinya terjadi tingkat kesulitannya cukup tinggi untuk bisa diatasi.
“Diluar dari dokter itu, tidak bisa diantisipasi,” ungkap pria 48 tahun tersebut.Mengenai pertanyaan mengenai tidak adanya pemeriksaan jantung sebelum operasi berlangsung, Zaenal mengatakan bahwa operasi harus tetap dilakukan meski telah dilakukan pemeriksaan jantung sekalipun.
Ayu sendiri diamankan di Balikpapan, Kaltim, Jumat (8/11) pekan lalu setelah masuk dalam daftar pencarian orang. Ayu diamankan Tim Gabungan Satgas Kejagung bersama Kejari Manado dan Kejari Balikpapan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, di jalan Imam Bonjol No 1, Kota Balikpapan, Jumat pukul 11.04 Wita. Hingga kini tim juga masih melakukan pencarian keberadaan dua dokter lainnya, yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian.
Atas ditangkapnya Ayu, muncul berbagai dukungan dari teman seprofesinya. Tak jarang pula banyak hujatan mengenai tindakannya. Bahkan sempat muncul pernyataan mogok kerja dari rekan profesi Ayu. Hal tersebut dibenarkan oleh Zaenal, namun setelah dilakukan perundingan maka mogok kerja pun dibatalkan.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi yang ikut mendengar isu tersebut juga sempat menunjukkan rasa tidak senangnya. Menkes bahkan sempat mengancam akan membunuh pelan-pelan jika para dokter tersebut berani mogok kerja. Pernyataan tersebut dilontarkannya dengan nada bercanda namun tegas memperingatkan. Sayangnya, pernyataan tersebut kemudian banyak mendapat tanggapan miring.
“Saya tidak mungkin membunuh orang, membunuh tikus saja saya takut,” tutur perempuan yang akrab disapa Naf itu kemarin.
Menanggapi kasus yang terjadi pada Ayu, ia mengaku akan melakukan pembicaraan dengan biro hukum Kementerian Kesehatan. Ia juga telah meminta Jaksa Agung untuk ikut turun tangan. “Jelas kita harus membantu para dokter,” kata Menkes.
Saat ini,kasus tersebut masih terus bergulir. Tim pengacara yang ditunjuk oleh IDI tengah melakukan permintaan peninjaun kembali berkas kasus Ayu. Sebab, dalam keputusan ditingkat Mahkama Agung tidak dihadirkan saksi ahli yang mengerti mengenai emboli lebih dalam.
sumber
jpnn.com
Kali ini kasus tersebut menimpa dr Dewa Ayu Sasiary Prawan, SpOG. Ayu ditahan Jumat (08/11) lalu karena dugaan malpraktek yang ia lakukan bersama dua rekannya, saat membantu persalinan pasien pada 2010 lalu.
Menurut keterangan yang disampaikan oleh ketua PB IDI Zaenal Abidin, Ayu beserta dua rekannya tidak melakukan suatu tindakan salah atau malpraktek. Sebab, seluruh standart operasi telah dilakukan dengan benar.
Apa benar dr Ayu melakukan malpraktik?
“Menurut dokter saksi, semua standart operasi telah dilakukan. Tidak benar kalau itu kalau lalai,” tutur Zaenal saat dihubungi kemarin malam. Zaenal menyayangkan adanya penangkapan yang dilakukan terhadap Ayu.
Ia merasa jika kasus gagalnya seorang dokter dalam menangani sesuatu dianggap melanggar hukum, maka kedepannya tidak akan ada dokter yang mau melakukan tindakan emergency lagi.
“Jika dokter sudah melakukan sesuai prosedur dan hasilnya lain, itu diluar kuasa dokter. Kita hanya bisa ikhtiar dan Tuhan yang menentukan. Perjanjian seorang dokter dan pasien adalah proses, hasil kita pasrahkan,” kata Zaenal.
Lebih jauh Zaenal menjelaskan, bahwa sang pasien yang bernama Julia Fransiska Makatey (26) merupakan pasien rujukan dari puskesmas. Pasien yang mengandung anak kedua tersebut diketahui telah mengejan dan dijadwalkan untuk persalinan normal. Namun ternyata dalam kurun waktu 8 jam, tidak ada kemajuan bahkan dinyatakan dalam keadaan gawat janin.
Oleh karena itu, tindakan operasi sesar. Pada operasi tersebut, keluar darah hitam yang menandakan sang ibu kekurangan oksigen. Tim dokter berhasil mengeluarkan sang bayi perempuan dengan berat 4,1 kg. namun sayangnya, kondisi sang ibu memburuk dan 20 menit kemudian meninggal.
Meninggalnya sang ibu memunculkan dugaan adanya kelalaian yang dilakukan oleh pihak dokter yang menangani. Hal itu kemudian yang membuat Ayu dan kedua rekannya melakukan malpraktek dan dilaporkan ke pihak berwajib.
“Yang dipermasalahkan adalah terjadinya emboli pada pasien. Sehingga ia harus dipenjara,” ujar Zaenal.
Padahal, kata dia, emboli udara atau gelembung udara yang masuk ke jantung pasien dan menyebabkan terjadinya gangguan peredaran darah tidak dapat diperkirakan oleh dokter. Selain itu, seluruh standar operasi juga telah dilakukan. Diakuinya, emboli merupakan kejadian yang jarang sekali terjadi, dan sekalinya terjadi tingkat kesulitannya cukup tinggi untuk bisa diatasi.
“Diluar dari dokter itu, tidak bisa diantisipasi,” ungkap pria 48 tahun tersebut.Mengenai pertanyaan mengenai tidak adanya pemeriksaan jantung sebelum operasi berlangsung, Zaenal mengatakan bahwa operasi harus tetap dilakukan meski telah dilakukan pemeriksaan jantung sekalipun.
Ayu sendiri diamankan di Balikpapan, Kaltim, Jumat (8/11) pekan lalu setelah masuk dalam daftar pencarian orang. Ayu diamankan Tim Gabungan Satgas Kejagung bersama Kejari Manado dan Kejari Balikpapan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, di jalan Imam Bonjol No 1, Kota Balikpapan, Jumat pukul 11.04 Wita. Hingga kini tim juga masih melakukan pencarian keberadaan dua dokter lainnya, yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian.
Atas ditangkapnya Ayu, muncul berbagai dukungan dari teman seprofesinya. Tak jarang pula banyak hujatan mengenai tindakannya. Bahkan sempat muncul pernyataan mogok kerja dari rekan profesi Ayu. Hal tersebut dibenarkan oleh Zaenal, namun setelah dilakukan perundingan maka mogok kerja pun dibatalkan.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi yang ikut mendengar isu tersebut juga sempat menunjukkan rasa tidak senangnya. Menkes bahkan sempat mengancam akan membunuh pelan-pelan jika para dokter tersebut berani mogok kerja. Pernyataan tersebut dilontarkannya dengan nada bercanda namun tegas memperingatkan. Sayangnya, pernyataan tersebut kemudian banyak mendapat tanggapan miring.
“Saya tidak mungkin membunuh orang, membunuh tikus saja saya takut,” tutur perempuan yang akrab disapa Naf itu kemarin.
Menanggapi kasus yang terjadi pada Ayu, ia mengaku akan melakukan pembicaraan dengan biro hukum Kementerian Kesehatan. Ia juga telah meminta Jaksa Agung untuk ikut turun tangan. “Jelas kita harus membantu para dokter,” kata Menkes.
Saat ini,kasus tersebut masih terus bergulir. Tim pengacara yang ditunjuk oleh IDI tengah melakukan permintaan peninjaun kembali berkas kasus Ayu. Sebab, dalam keputusan ditingkat Mahkama Agung tidak dihadirkan saksi ahli yang mengerti mengenai emboli lebih dalam.
sumber
jpnn.com
Tag :
Berita