Solidaritas para dokter terkait kasus penangkapan dr Ayu dan rekan-rekannya yang terseret kasus malpraktek memuncak.
Mending pakai jasa bidan atau dukun bayi desa saja, pasti tidak pake operasi Cesar.
Hari ini para dokter menjalankan aksi mogok kerja. Majelis Kehormatan Etik Kodektaran (MKEK) menyerukan aksi protes itu jangan sampai menelantarkan pasien.
Himbauan mogok kerja sendiri diinstruksikan oleh Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dan ikatan dokter Indonesia (IDI).
Menurut keterangan ketua umum POGI pusat, dr. Nurdadi Saleh, SpOG, pihaknya telah memberikan edaran bagi seluruh cabang POGI di daerah untuk melakukan aksi solidaritas pada Tanggal 27 November 2013 terhadap dr Ayu dan rekan-rekannya itu.
Ketua MKEK Prijo Sidipratomo mengatakan rencana aksi mogok bekerja ini sudah dipendam para dokter, khususnya dokter spesialis kandungan, sejak lama. Tepatnya ketika mencuat kabar penangkapan dr Ayu dan kedua rekannya. Prijo menuturkan wajar jika di kalangan dokter muncul rencana protes sebagai aksi solidaritas itu.
Mantan ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu mengatakan, rencana mogok itu jangan sampai merugikan pasien atau masyarakat yang membutuhkan jasa medis. "Tetapi jika sebatas untuk menegakkan aturan kedokteran, tidak apa-apa," tandasnya. Dengan aksi ini, Prijo berharap ke depan tidak ada lagi kasus-kasus kriminalisasi dokter.
Prijo dengan tegas mengatakan bahwa proses hukum dalam kasus dr Ayu ini kental nuansa kriminalisasinya. Sebab pasal-pasal yang disangkakan adalah pasal-pasal melukai, kekerasan, atau penganiayaan. "Sekarang apakah kalau mau mengoperasi pasien, dokter itu tidak melakukan pembedahan yang itu secara kasat mata memang harus melukai pasien," ujarnya.
Dia mengatakan fenomena dr Ayu ini harus segera dicarikan jalan tengahnya. Sebab akan menimbulkan dampak negatif terhadap pelayanan dokter. "Dokter niatnya menangani pasien. Tetapi jika gagal, apa itu selalu salah atau malpraktek," ujarnya.
Prijo mengatakan jika kasus seperti yang menimpa dr Ayu ini semakin banyak, maka bisa berdampak pada cost atau biaya pengobatan. Dia mengatakan ke depan para dokter akan melakukan tindakan-tindakan yang agak berlebihan untuk menangani pasien. Sebab para dokter itu mencari keamanan dan menekan potensi resiko. Nah upaya menis yang lebih dari biasanya itu, memiliki konsekuensi pendanaan lebih mahal.
Dampak berikutnya adalah ke depan akan semakin jarang dokter yang bersedia di tempatkan di daerah terpencil. Prijo mengatakan penempatan dokter di daerah terpencil memiliki resiko penanganan pasien lebih besar. Sebab peralatan medisnya tidak sekomplit di perkotaan.
Dia menuntut supaya Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan kasasi yang dijatuhkan kepada dr Ayu, dr Hendry Simanjutkan, dan dr Hendy Siagian. Dia mengatakan sejatinya ketiga dokter itu sudah divonis bebas di tingkat Pengadilan Negeri (PN) Manado. Prijo mengaku heran kenapa pihak jaksa sampai melayangkan kasasi kepada MA. "Kalau ini kasus korupsi yang merugikan keuangan negara, wajar jaksa melayangkan kasasi," paparnya.
Ke depan Prijo mengatakan masyarakat supaya lebih bijak jika mendapatkan kinerja dokter yang tidak sesuai kode etik. Yakni dengan melaporkannya ke MKEK. Prijo mengatakan di MKEK juga berlaku persidangan. Dia mengatakan persidangan di MKEK berjalan objektif, karena tidak hanya diisi pengadil dari kalangan dokter.
"Kita juga menempatkan sarjana hukum untuk pembanding para dokter," katanya. Kondisi berbeda jika sengketa medis ini dibawa ke pengadilan umum. Putusan di pengadilan umum itu rawan polemik karena pengadilnya tidak memiliki latar belakang profesi dokter.
Untuk prakteknya, pria berkumis tebal itu memberikan kebebasan bagi setiap pengurus POGI daerah dalam menentukan sendiri bentuk solidaritas mereka. Misalnya, menurut keterangan yang ia peroleh, POGI Jaya, cabang Jakarta, memutuskan untuk menggelar aksi demo hari ini (27/11). Mereka akan mulai melakukan demo pukul 07.00 WIB. Rencananya, kata dia, para dokter akan berkumpul di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat kemudian berjalan menuju bunderan HI hingga Mahkamah Agung.
"Bentuknya terserah mereka, yang jelas kami meminta untuk menggunakan pita hitam di lengan sebelah kanan dan pin bertuliskan stop kriminalisasi dokter," ujar Nurdadi saat dihubungi kemarin.
Melalui aksi ini, Nurdadi menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki niat apapun yang nantinya akan merugikan masyarakat atau pasiennya. Ia menjamin bahwa mereka hanya ingin keadilan diterapkan secara adil.
"Jika kami salah maka kami berani menghadapinya, tapi kami minta agar dilakukan pemeriksaan yang benar. Apakah benar itu kesalahan akibat kelalaian kami atau itu merupakan hal yang tidak bisa diduga dan diatasi. Kami hanya minta yang adil, kami tidak minta kebal hukum," kata dia.
sumber
jpnn.com
Mending pakai jasa bidan atau dukun bayi desa saja, pasti tidak pake operasi Cesar.
Hari ini para dokter menjalankan aksi mogok kerja. Majelis Kehormatan Etik Kodektaran (MKEK) menyerukan aksi protes itu jangan sampai menelantarkan pasien.
Himbauan mogok kerja sendiri diinstruksikan oleh Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dan ikatan dokter Indonesia (IDI).
Menurut keterangan ketua umum POGI pusat, dr. Nurdadi Saleh, SpOG, pihaknya telah memberikan edaran bagi seluruh cabang POGI di daerah untuk melakukan aksi solidaritas pada Tanggal 27 November 2013 terhadap dr Ayu dan rekan-rekannya itu.
Ketua MKEK Prijo Sidipratomo mengatakan rencana aksi mogok bekerja ini sudah dipendam para dokter, khususnya dokter spesialis kandungan, sejak lama. Tepatnya ketika mencuat kabar penangkapan dr Ayu dan kedua rekannya. Prijo menuturkan wajar jika di kalangan dokter muncul rencana protes sebagai aksi solidaritas itu.
Mantan ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu mengatakan, rencana mogok itu jangan sampai merugikan pasien atau masyarakat yang membutuhkan jasa medis. "Tetapi jika sebatas untuk menegakkan aturan kedokteran, tidak apa-apa," tandasnya. Dengan aksi ini, Prijo berharap ke depan tidak ada lagi kasus-kasus kriminalisasi dokter.
Prijo dengan tegas mengatakan bahwa proses hukum dalam kasus dr Ayu ini kental nuansa kriminalisasinya. Sebab pasal-pasal yang disangkakan adalah pasal-pasal melukai, kekerasan, atau penganiayaan. "Sekarang apakah kalau mau mengoperasi pasien, dokter itu tidak melakukan pembedahan yang itu secara kasat mata memang harus melukai pasien," ujarnya.
Dia mengatakan fenomena dr Ayu ini harus segera dicarikan jalan tengahnya. Sebab akan menimbulkan dampak negatif terhadap pelayanan dokter. "Dokter niatnya menangani pasien. Tetapi jika gagal, apa itu selalu salah atau malpraktek," ujarnya.
Prijo mengatakan jika kasus seperti yang menimpa dr Ayu ini semakin banyak, maka bisa berdampak pada cost atau biaya pengobatan. Dia mengatakan ke depan para dokter akan melakukan tindakan-tindakan yang agak berlebihan untuk menangani pasien. Sebab para dokter itu mencari keamanan dan menekan potensi resiko. Nah upaya menis yang lebih dari biasanya itu, memiliki konsekuensi pendanaan lebih mahal.
Dampak berikutnya adalah ke depan akan semakin jarang dokter yang bersedia di tempatkan di daerah terpencil. Prijo mengatakan penempatan dokter di daerah terpencil memiliki resiko penanganan pasien lebih besar. Sebab peralatan medisnya tidak sekomplit di perkotaan.
Dia menuntut supaya Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan kasasi yang dijatuhkan kepada dr Ayu, dr Hendry Simanjutkan, dan dr Hendy Siagian. Dia mengatakan sejatinya ketiga dokter itu sudah divonis bebas di tingkat Pengadilan Negeri (PN) Manado. Prijo mengaku heran kenapa pihak jaksa sampai melayangkan kasasi kepada MA. "Kalau ini kasus korupsi yang merugikan keuangan negara, wajar jaksa melayangkan kasasi," paparnya.
Ke depan Prijo mengatakan masyarakat supaya lebih bijak jika mendapatkan kinerja dokter yang tidak sesuai kode etik. Yakni dengan melaporkannya ke MKEK. Prijo mengatakan di MKEK juga berlaku persidangan. Dia mengatakan persidangan di MKEK berjalan objektif, karena tidak hanya diisi pengadil dari kalangan dokter.
"Kita juga menempatkan sarjana hukum untuk pembanding para dokter," katanya. Kondisi berbeda jika sengketa medis ini dibawa ke pengadilan umum. Putusan di pengadilan umum itu rawan polemik karena pengadilnya tidak memiliki latar belakang profesi dokter.
Untuk prakteknya, pria berkumis tebal itu memberikan kebebasan bagi setiap pengurus POGI daerah dalam menentukan sendiri bentuk solidaritas mereka. Misalnya, menurut keterangan yang ia peroleh, POGI Jaya, cabang Jakarta, memutuskan untuk menggelar aksi demo hari ini (27/11). Mereka akan mulai melakukan demo pukul 07.00 WIB. Rencananya, kata dia, para dokter akan berkumpul di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat kemudian berjalan menuju bunderan HI hingga Mahkamah Agung.
"Bentuknya terserah mereka, yang jelas kami meminta untuk menggunakan pita hitam di lengan sebelah kanan dan pin bertuliskan stop kriminalisasi dokter," ujar Nurdadi saat dihubungi kemarin.
Melalui aksi ini, Nurdadi menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki niat apapun yang nantinya akan merugikan masyarakat atau pasiennya. Ia menjamin bahwa mereka hanya ingin keadilan diterapkan secara adil.
"Jika kami salah maka kami berani menghadapinya, tapi kami minta agar dilakukan pemeriksaan yang benar. Apakah benar itu kesalahan akibat kelalaian kami atau itu merupakan hal yang tidak bisa diduga dan diatasi. Kami hanya minta yang adil, kami tidak minta kebal hukum," kata dia.
sumber
jpnn.com
Tag :
Berita