Duo dinamit Mira Lesmana dan Riri Riza kembali melahirkan karya berkualitas. Sokola Rimba, film yang terinspirasi dari pengalaman Butet Manurung selama mengajar di hutan Bukit Duabelas, Jambi, akan ditayangkan di bioskop pada 21 November. Selasa (12/11) film itu diputar untuk media di XXI Epicentrum Walk, Kuningan.
Seluruh pemain, Butet Manurung, juga perwakilan penduduk Rimba datang.
Di filmnya, Butet Manurung diperankan Prisia Nasution. Lalu, anak-anak rimba itu diperankan oleh mereka sendiri. Tokoh Nyungsang Bungo dimainkan Nyungsang Bungo. Begitu juga Beindah dan Nengkabau. Jadi, tiga bocah itu berperan sebagai dirinya sendiri.
Itu adalah kali pertama mereka bermain film. Menurut Mira Lesmana selaku produser, bagian terberat dari film tersebut adalah ketika melakukan pendekatan terhadap penduduk rimba. Mereka harus bisa meyakinkan bahwa apa yang dikerjakan Mira dan timnya untuk kebaikan.
Hal itu juga dikemukakan Butet Manurung, perempuan yang 14 tahun mengajari anak-anak rimba membaca dan menulis. Ketika Mira dan Riri menyatakan ingin membuat film dengan cerita dalam buku Sokola Rimba yang ditulisnya, Butet senang sekaligus khawatir. ’’Mereka berdua aku kagumi sebagai insan film tanah air. Tapi, aku harus memastikan kami memiliki rasa dan pikiran yang sama,’’ tegas Butet.
Menurut dia, tidak semua orang bisa memahami orang-orang yang tinggal di tengah hutan Bukti Duabelas itu. ’’Maka, aku jelaskan dulu. Setelah kami memiliki pandangan yang sama, aku setuju. Dan aku bawa mereka untuk ngomong langsung dengan orang rimba,’’ lanjutnya.
Jadi, ketika sampai sana untuk survei, Riri dan timnya benar-benar menyatu dengan penduduk rimba tersebut. Di antaranya, mandi di sungai, buang air dengan menggali tanah, dan sebagainya. Dari situ mereka tahu bahwa tidak bisa membawa banyak kru untuk syuting.
’’Kami memutuskan untuk mengajak 20 orang saja sama pemain. Waktu syuting sih ada sekitar 80 orang. Sisanya ya orang-orang sana yang membantu kami,’’ kata Mira.
Mengajak Bungo, Beindah, Nengkabau, serta anak-anak rimba lain main film tidaklah sulit. Mereka, kata Riri, memiliki kecerdasan yang alami. Mereka spontan ketika bereaksi terhadap sesuatu. Itu membuat semuanya berakting secara alami.
Tinggal Prisia yang kemudian melakukan pendekatan kepada anak-anak itu. Prisia harus berperan sebagai Butet Manurung yang di sana sudah dianggap seperti ibu oleh anak-anak rimba tersebut. ’’Yang harus saya taklukkan adalah anak-anak ini. Saya harus membuat mereka menerima saya. Setelah itu, yang lainnya akan berjalan gampang,’’ kata dia.
Ketika kemarin anak-anak rimba itu ditanyai tentang Prisia, mereka menjawab bahwa Prisia juga dipanggil ibu guru. Sama seperti mereka memanggil Butet. ’’Sama-sama merasa sayang,’’ jawab Beindah, Nengkabau, dan Bungo.
Bungo kenal dengan Butet sejak masih belajar jalan. Dia belajar membaca dan menulis dari Butet. ’’Ibu guru sudah seperti ibu saya sendiri. Saya sayang,’’ katanya. Di sana, semua orang hanya dipanggil nama oleh mereka. Hanya Butet dan kemudian Prisia yang dipanggil ibu guru. ’’Saya dipanggil Riri. Mira juga dipanggil Mira. Cuma mereka berdua yang dipanggil ibu guru,’’ jelas Riri Riza merujuk kepada Butet dan Prisia.
Ketika anak-anak rimba itu menonton filmnya sendiri, mereka mengaku puas. Meski baru pertama, mereka mampu bermain dengan bagus. Selain itu, melihat diri sendiri dalam layar lebar dan menceritakan pengalaman pribadi tentang keinginan belajar membuat anak-anak tersebut terharu. Terutama Bungo. Dia menangis saat menonton film itu. ’’Puas lihat filmnya. Sampai menangis sedih,’’ kata dia. Film itu mengingatkan perjuangannya dalam mendapatkan ilmu.
sumber jpnn.com
Seluruh pemain, Butet Manurung, juga perwakilan penduduk Rimba datang.
Di filmnya, Butet Manurung diperankan Prisia Nasution. Lalu, anak-anak rimba itu diperankan oleh mereka sendiri. Tokoh Nyungsang Bungo dimainkan Nyungsang Bungo. Begitu juga Beindah dan Nengkabau. Jadi, tiga bocah itu berperan sebagai dirinya sendiri.
Itu adalah kali pertama mereka bermain film. Menurut Mira Lesmana selaku produser, bagian terberat dari film tersebut adalah ketika melakukan pendekatan terhadap penduduk rimba. Mereka harus bisa meyakinkan bahwa apa yang dikerjakan Mira dan timnya untuk kebaikan.
Hal itu juga dikemukakan Butet Manurung, perempuan yang 14 tahun mengajari anak-anak rimba membaca dan menulis. Ketika Mira dan Riri menyatakan ingin membuat film dengan cerita dalam buku Sokola Rimba yang ditulisnya, Butet senang sekaligus khawatir. ’’Mereka berdua aku kagumi sebagai insan film tanah air. Tapi, aku harus memastikan kami memiliki rasa dan pikiran yang sama,’’ tegas Butet.
Menurut dia, tidak semua orang bisa memahami orang-orang yang tinggal di tengah hutan Bukti Duabelas itu. ’’Maka, aku jelaskan dulu. Setelah kami memiliki pandangan yang sama, aku setuju. Dan aku bawa mereka untuk ngomong langsung dengan orang rimba,’’ lanjutnya.
Jadi, ketika sampai sana untuk survei, Riri dan timnya benar-benar menyatu dengan penduduk rimba tersebut. Di antaranya, mandi di sungai, buang air dengan menggali tanah, dan sebagainya. Dari situ mereka tahu bahwa tidak bisa membawa banyak kru untuk syuting.
’’Kami memutuskan untuk mengajak 20 orang saja sama pemain. Waktu syuting sih ada sekitar 80 orang. Sisanya ya orang-orang sana yang membantu kami,’’ kata Mira.
Mengajak Bungo, Beindah, Nengkabau, serta anak-anak rimba lain main film tidaklah sulit. Mereka, kata Riri, memiliki kecerdasan yang alami. Mereka spontan ketika bereaksi terhadap sesuatu. Itu membuat semuanya berakting secara alami.
Tinggal Prisia yang kemudian melakukan pendekatan kepada anak-anak itu. Prisia harus berperan sebagai Butet Manurung yang di sana sudah dianggap seperti ibu oleh anak-anak rimba tersebut. ’’Yang harus saya taklukkan adalah anak-anak ini. Saya harus membuat mereka menerima saya. Setelah itu, yang lainnya akan berjalan gampang,’’ kata dia.
Ketika kemarin anak-anak rimba itu ditanyai tentang Prisia, mereka menjawab bahwa Prisia juga dipanggil ibu guru. Sama seperti mereka memanggil Butet. ’’Sama-sama merasa sayang,’’ jawab Beindah, Nengkabau, dan Bungo.
Bungo kenal dengan Butet sejak masih belajar jalan. Dia belajar membaca dan menulis dari Butet. ’’Ibu guru sudah seperti ibu saya sendiri. Saya sayang,’’ katanya. Di sana, semua orang hanya dipanggil nama oleh mereka. Hanya Butet dan kemudian Prisia yang dipanggil ibu guru. ’’Saya dipanggil Riri. Mira juga dipanggil Mira. Cuma mereka berdua yang dipanggil ibu guru,’’ jelas Riri Riza merujuk kepada Butet dan Prisia.
Ketika anak-anak rimba itu menonton filmnya sendiri, mereka mengaku puas. Meski baru pertama, mereka mampu bermain dengan bagus. Selain itu, melihat diri sendiri dalam layar lebar dan menceritakan pengalaman pribadi tentang keinginan belajar membuat anak-anak tersebut terharu. Terutama Bungo. Dia menangis saat menonton film itu. ’’Puas lihat filmnya. Sampai menangis sedih,’’ kata dia. Film itu mengingatkan perjuangannya dalam mendapatkan ilmu.
sumber jpnn.com
Tag :
Berita