Warga Lokpadi, Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, menuntut permintaan maaf secara adat kepada oknum anggota Densus 88 yang diduga telah menganiaya tiga orang warganya. Mereka juga meminta PT Arutmin meminta maaf karena penganiayaan itu terjadi di lahan konsesi milik Arutmin.
Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Agustus lalu di wilayah konsesi tambang milik PT Arutmin di Desa Lokpadi. Saat itu, anggota Densus 88 sedang melakukan penertiban terhadap warga yang melakukan aktivitas tambang ilegal secara manual.
Dalam penertiban itu tiga warga diduga dianiaya oleh oknum anggota Densus 88 yang datang dari Jakarta untuk melakukan penertiban. Jumat (4/10) sore, warga yang diwakili Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Kalimantan Selatan (LMMD-KS) dengan PT Arutmin Indonesia, serta Kapolsek Satui AKP Ibnu Yulianto kembali bertemu di Banjarmasin.
Namun, pertemuan itu tak menemukan titik temu. Ketua LMMD-KS, Dana Lumur, dihadapan perwakilan PT Arutmin Indonesia yang juga dihadiri Kapolsek Satui AKP Ibnu serta anggota Komisi I DPRD Kalsel, HM Husaini Aliman, mengatakan pihaknya meminta pertanggungjawaban dari pihak kepolisian dan PT Arutmin mengenai penganiayaan yang dilakukan oknum Densus 88 beberapa waktu lalu.
"Memang ada permintaan maaf dari Polsek setempat, namun tidak ada pertanggungjawaban pada ketiga warga yang telah dianiaya tersebut. Alangkah baiknya yang meminta maaf itu yang melakukan penganiayaan,” ujar Dana.
Ia berharap permintaan maaf bukan hanya dari oknum anggota Densus saja, tapi juga dari pihak perusahaan PT Arutmin. “Kami mengharapkan permintaan maaf itu dilakukan secara adat dan hukum yang berlaku. Perlakuan para oknum Densus 88 itu tidak sepatutnya dilakukan, karena warga kami bukan maling ataupun teroris. Kami berhak melakukan pekerjaan di tanah kelahiran kami yang telah turun temurun merupakan milik nenek moyang kami,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Gusti Surya, selaku CDEA PT Arutmin Indonesia, mengatakan bahwa pihak perusahaan tidak mengetahui kejadian tersebut secara jelas. Namun, ujarnya, penertiban dilakukan secara persuasif.
"Teguran dan peringatan yang kami sampaikan tidak ditanggapi. Bahkan, ada orang dari perusahaan saat menegur dikejar warga dengan senjata tajam. Mengenai penganiayaan yang dilakukan oknum Densus 88 itu di luar protap kami,” katanya yang berjanji akan menyampaikan aspirasi warga kepada manajemen Arutmin di Jakarta.
Sementara itu, HM Husaini Aliman mengatakan pihaknya siap menjembatani kedua belah pihak untuk mencari titik temu. “Kita coba jembatani kedua belah pihak untuk mencari titik temu. Bahkan, kami juga siap memfasilitasi kalau masalah ini melibatkan dewan agar tidak ada terjadi hal-hal yang lebih melebar,” ucapnya.
Sedangkan Kapolsek Satui, AKP Ibnu Y mengatakan permintaan maaf kepada warga atas perbuatan yang dilakukan oknum Densus 88 tersebut telah dilakukan.
"Selaku lembaga kepolisian kami meminta maaf atas kejadian yang dilakukan oknum Densus 88 tersebut. Kalau permintaan maaf ini masih dianggap belum bisa diterima, warga bisa menyampaikan secara tertulis. Sebab, untuk menindak para oknum tersebut bukan wewenang saya, karena masih ada di atas saya,” tegasnya.
sumber:
jawa pos.
Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Agustus lalu di wilayah konsesi tambang milik PT Arutmin di Desa Lokpadi. Saat itu, anggota Densus 88 sedang melakukan penertiban terhadap warga yang melakukan aktivitas tambang ilegal secara manual.
Dalam penertiban itu tiga warga diduga dianiaya oleh oknum anggota Densus 88 yang datang dari Jakarta untuk melakukan penertiban. Jumat (4/10) sore, warga yang diwakili Lembaga Musyawarah Masyarakat Dayak Kalimantan Selatan (LMMD-KS) dengan PT Arutmin Indonesia, serta Kapolsek Satui AKP Ibnu Yulianto kembali bertemu di Banjarmasin.
Namun, pertemuan itu tak menemukan titik temu. Ketua LMMD-KS, Dana Lumur, dihadapan perwakilan PT Arutmin Indonesia yang juga dihadiri Kapolsek Satui AKP Ibnu serta anggota Komisi I DPRD Kalsel, HM Husaini Aliman, mengatakan pihaknya meminta pertanggungjawaban dari pihak kepolisian dan PT Arutmin mengenai penganiayaan yang dilakukan oknum Densus 88 beberapa waktu lalu.
"Memang ada permintaan maaf dari Polsek setempat, namun tidak ada pertanggungjawaban pada ketiga warga yang telah dianiaya tersebut. Alangkah baiknya yang meminta maaf itu yang melakukan penganiayaan,” ujar Dana.
Ia berharap permintaan maaf bukan hanya dari oknum anggota Densus saja, tapi juga dari pihak perusahaan PT Arutmin. “Kami mengharapkan permintaan maaf itu dilakukan secara adat dan hukum yang berlaku. Perlakuan para oknum Densus 88 itu tidak sepatutnya dilakukan, karena warga kami bukan maling ataupun teroris. Kami berhak melakukan pekerjaan di tanah kelahiran kami yang telah turun temurun merupakan milik nenek moyang kami,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Gusti Surya, selaku CDEA PT Arutmin Indonesia, mengatakan bahwa pihak perusahaan tidak mengetahui kejadian tersebut secara jelas. Namun, ujarnya, penertiban dilakukan secara persuasif.
"Teguran dan peringatan yang kami sampaikan tidak ditanggapi. Bahkan, ada orang dari perusahaan saat menegur dikejar warga dengan senjata tajam. Mengenai penganiayaan yang dilakukan oknum Densus 88 itu di luar protap kami,” katanya yang berjanji akan menyampaikan aspirasi warga kepada manajemen Arutmin di Jakarta.
Sementara itu, HM Husaini Aliman mengatakan pihaknya siap menjembatani kedua belah pihak untuk mencari titik temu. “Kita coba jembatani kedua belah pihak untuk mencari titik temu. Bahkan, kami juga siap memfasilitasi kalau masalah ini melibatkan dewan agar tidak ada terjadi hal-hal yang lebih melebar,” ucapnya.
Sedangkan Kapolsek Satui, AKP Ibnu Y mengatakan permintaan maaf kepada warga atas perbuatan yang dilakukan oknum Densus 88 tersebut telah dilakukan.
"Selaku lembaga kepolisian kami meminta maaf atas kejadian yang dilakukan oknum Densus 88 tersebut. Kalau permintaan maaf ini masih dianggap belum bisa diterima, warga bisa menyampaikan secara tertulis. Sebab, untuk menindak para oknum tersebut bukan wewenang saya, karena masih ada di atas saya,” tegasnya.
sumber:
jawa pos.
Tag :
Berita