Seorang bidan shock saat mengetahui persalinan ibu hamil dengan HIV/AIDS (ODHA) dibantu seorang bidan desa. Itu terjadi karena dia khawatir tertular.
"Tapi, saya yakin bahwa bidan desa tersebut tidak tertular. Sebab, dia menolong dengan menggunakan alat-alat yang steril dan memakai pelindung diri seperti sarung tangan," kata dr Agus Suyoso, kepala Bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, Senin (7/10).
Kasus tersebut bermula ketika ada seorang ibu hamil berusia 27 tahun asal Kecamatan Ngoro yang diketahui positif mengidap HIV/AIDS. Dia tertular suaminya, 30, yang menjadi ODHA karena seks bebas. Nah, karena diketahui hamil, ibu itu diminta secara rutin untuk periksa ke klinik VCT di RSUD Mojosari. Namun, ibu tersebut tidak pernah kontrol ke VCT saat hendak melahirkan.
Akibatnya, para petugas pun mencari ke rumahnya di Kecamatan Ngoro. Tapi, dia ternyata tidak ada di Ngoro. Petugas pun terus berupaya menemukan ibu tersebut. Bahkan, petugas menyebarkan informasi ke para bidan agar melapor jika mengetahui atau menolong persalinan ibu yang dimaksud. Nyatanya, bulan lalu dia pergi ke Mojosari dan melahirkan di bidan desa.
Sementara itu, bidan desa tersebut baru mengetahui seminggu pasca persalinan setelah mengetahui info yang disebarkan petugas VCT. Dia pun langsung panik. "Untuk jaga-jaga, selama sebulan ini bidan itu diminta minum ARV (obat untuk ODHA)," kata dr Benhardy, kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).
Setelah sebulan, darah bidan tersebut akan diperiksa. Jika negatif, darahnya akan diperiksa lagi tiga bulan kemudian. Jika masih negatif, akan diperiksa lagi tiga bulan berikutnya. "Jika memang pemeriksaan bulan keenam itu hasilnya negatif, dia dipastikan tidak tertular HIV/AIDS," tegasnya.
Untuk diketahui, enam bulan pertama itu merupakan periode jendela. Yakni, seseorang yang terpapar virus HIV/AIDS mulai bisa dipastikan tertular atau tidak. Sebab, persalinan ODHA sejatinya dilakukan secara khusus dengan operasi Caesar di RSUD dr Soetomo, Surabaya.
sumber:
jpnn.com
"Tapi, saya yakin bahwa bidan desa tersebut tidak tertular. Sebab, dia menolong dengan menggunakan alat-alat yang steril dan memakai pelindung diri seperti sarung tangan," kata dr Agus Suyoso, kepala Bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, Senin (7/10).
Kasus tersebut bermula ketika ada seorang ibu hamil berusia 27 tahun asal Kecamatan Ngoro yang diketahui positif mengidap HIV/AIDS. Dia tertular suaminya, 30, yang menjadi ODHA karena seks bebas. Nah, karena diketahui hamil, ibu itu diminta secara rutin untuk periksa ke klinik VCT di RSUD Mojosari. Namun, ibu tersebut tidak pernah kontrol ke VCT saat hendak melahirkan.
Akibatnya, para petugas pun mencari ke rumahnya di Kecamatan Ngoro. Tapi, dia ternyata tidak ada di Ngoro. Petugas pun terus berupaya menemukan ibu tersebut. Bahkan, petugas menyebarkan informasi ke para bidan agar melapor jika mengetahui atau menolong persalinan ibu yang dimaksud. Nyatanya, bulan lalu dia pergi ke Mojosari dan melahirkan di bidan desa.
Sementara itu, bidan desa tersebut baru mengetahui seminggu pasca persalinan setelah mengetahui info yang disebarkan petugas VCT. Dia pun langsung panik. "Untuk jaga-jaga, selama sebulan ini bidan itu diminta minum ARV (obat untuk ODHA)," kata dr Benhardy, kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).
Setelah sebulan, darah bidan tersebut akan diperiksa. Jika negatif, darahnya akan diperiksa lagi tiga bulan kemudian. Jika masih negatif, akan diperiksa lagi tiga bulan berikutnya. "Jika memang pemeriksaan bulan keenam itu hasilnya negatif, dia dipastikan tidak tertular HIV/AIDS," tegasnya.
Untuk diketahui, enam bulan pertama itu merupakan periode jendela. Yakni, seseorang yang terpapar virus HIV/AIDS mulai bisa dipastikan tertular atau tidak. Sebab, persalinan ODHA sejatinya dilakukan secara khusus dengan operasi Caesar di RSUD dr Soetomo, Surabaya.
sumber:
jpnn.com
Tag :
Berita