Lampung menjadi daerah yang termasuk rawan terjadinya penyelundupan.
Termasuk perdagangan manusia atau yang lebih dikenal dengan human trafficking.
Karena itu, pemprov meminta kepada seluruh masyarakat agar dapat lebih mewaspadai terjadinya hal tersebut.
Banyak cara yang dilakukan para pelaku. Kini, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Lampung mengendus modus baru. Dari berbagai fenomena human trafficking, saat ini BP3A tengah mewaspadai dengan modus kawin kontrak.
Kepala BP3A Lampung Herlina Warganegara menjelaskan, human trafficking dengan modus kawin kontrak salah satunya terjadi antara wisatawan asal luar negeri dengan remaja atau perempuan di provinsi ini.
Meski belum memiliki data pasti, dirinya telah mengawasi beberapa tempat. Salah satunya Tanjungsetia, Kabupaten Pesisir Barat.
Ya, di sana banyak bule. Dari laporan yang kami terima dari lokasi tersebut terendus modus human trafficking dengan cara kawin kontrak,” ujarnya kepada Radar Lampung (grup JPNN).
Herlina menjelaskan, kawin kontrak merupakan fenomena setempat yang melibatkan perempuan dan anak perempuan. Sebagian besar mengalami eksploitasi seksual dan reproduktif. Selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan mencuci, para istri kontrak juga memberikan layanan seksual kapan saja. ’’Setelah kontrak berakhir, mereka ditinggalkan,” paparnya.
Tak jarang, keuntungan dari praktik kawin kontrak sebagian besar didapat oleh keluarga perempuan. Ada juga yang diperoleh calo yang mengatur perkawinan dengan pekerja asing.
’’Meski hal ini dapat menyebabkan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga dan suaminya, kami masih mempelajari penggolongan kawin kontrak sebagai perdagangan orang. Sebab, modus ini kadang tidak melibatkan perpindahan si perempuan,” ungkapnya.
Herlina menuturkan, jumlah kasus kekerasan dalam rumah tanga (KDRT) dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan catatan Unit Pelayanan Terpadu Perempuan Korban Tindak Kekerasan (UPT-PKTK) Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hi. Abdul Moloek (RSUDAM) Lampung, pada 2008 lalu tercatat sebanyak 13 kasus KDRT ditangani. Tahun 2009 meningkat menjadi 87 kasus.
Tahun-tahun berikutnya kembali meningkat. Di mana pada tahun 2010 tercatat sebanyak 181 kasus, 2011 (182 kasus), dan 2012 (183 kasus). ’’Untuk tahun 2013 masih dalam pendataan. Semoga bisa menurun,” jelasnya.
Herlina menuturkan, dalam kasus kawin kontrak, para pelaku tak jarang memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks. Di mana, perkawinan tersebut memiliki dua karakteristk. Yaitu, ketidakseimbangan gender dan geografis.
Mayoritas prianya berasal dari negara-negara yang lebih kaya dan perempuannya dari negara yang ekonominya kurang berkembang. Pasangan dikenalkan dengan niat awal untuk dikawinkan dengan masa perkenalan yang singkat. ’’Dengan demikian ini memerlukan perhatian lebih dari kita. Tentunya dalam hal ini kami bekerja sama dengan Polda Lampung,” pungkasnya.
sumber:
jpnn.com
Termasuk perdagangan manusia atau yang lebih dikenal dengan human trafficking.
Karena itu, pemprov meminta kepada seluruh masyarakat agar dapat lebih mewaspadai terjadinya hal tersebut.
Banyak cara yang dilakukan para pelaku. Kini, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Lampung mengendus modus baru. Dari berbagai fenomena human trafficking, saat ini BP3A tengah mewaspadai dengan modus kawin kontrak.
Kepala BP3A Lampung Herlina Warganegara menjelaskan, human trafficking dengan modus kawin kontrak salah satunya terjadi antara wisatawan asal luar negeri dengan remaja atau perempuan di provinsi ini.
Meski belum memiliki data pasti, dirinya telah mengawasi beberapa tempat. Salah satunya Tanjungsetia, Kabupaten Pesisir Barat.
Ya, di sana banyak bule. Dari laporan yang kami terima dari lokasi tersebut terendus modus human trafficking dengan cara kawin kontrak,” ujarnya kepada Radar Lampung (grup JPNN).
Herlina menjelaskan, kawin kontrak merupakan fenomena setempat yang melibatkan perempuan dan anak perempuan. Sebagian besar mengalami eksploitasi seksual dan reproduktif. Selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan mencuci, para istri kontrak juga memberikan layanan seksual kapan saja. ’’Setelah kontrak berakhir, mereka ditinggalkan,” paparnya.
Tak jarang, keuntungan dari praktik kawin kontrak sebagian besar didapat oleh keluarga perempuan. Ada juga yang diperoleh calo yang mengatur perkawinan dengan pekerja asing.
’’Meski hal ini dapat menyebabkan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga dan suaminya, kami masih mempelajari penggolongan kawin kontrak sebagai perdagangan orang. Sebab, modus ini kadang tidak melibatkan perpindahan si perempuan,” ungkapnya.
Herlina menuturkan, jumlah kasus kekerasan dalam rumah tanga (KDRT) dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan catatan Unit Pelayanan Terpadu Perempuan Korban Tindak Kekerasan (UPT-PKTK) Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hi. Abdul Moloek (RSUDAM) Lampung, pada 2008 lalu tercatat sebanyak 13 kasus KDRT ditangani. Tahun 2009 meningkat menjadi 87 kasus.
Tahun-tahun berikutnya kembali meningkat. Di mana pada tahun 2010 tercatat sebanyak 181 kasus, 2011 (182 kasus), dan 2012 (183 kasus). ’’Untuk tahun 2013 masih dalam pendataan. Semoga bisa menurun,” jelasnya.
Herlina menuturkan, dalam kasus kawin kontrak, para pelaku tak jarang memaksa istri-istri baru ini untuk bekerja dengan kondisi mirip perbudakan atau menjual mereka ke industri seks. Di mana, perkawinan tersebut memiliki dua karakteristk. Yaitu, ketidakseimbangan gender dan geografis.
Mayoritas prianya berasal dari negara-negara yang lebih kaya dan perempuannya dari negara yang ekonominya kurang berkembang. Pasangan dikenalkan dengan niat awal untuk dikawinkan dengan masa perkenalan yang singkat. ’’Dengan demikian ini memerlukan perhatian lebih dari kita. Tentunya dalam hal ini kami bekerja sama dengan Polda Lampung,” pungkasnya.
sumber:
jpnn.com
Tag :
Berita