Ulama Mesir Prof Dr Syeikh Mohamed Aly Nassar memuji sikap Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan yang mencabut larangan berjilbab di lembaga-lembaga negara di negara tersebut.
"Itu keputusan terpuji dan berani untuk memberi hak kepada kaum Muslimah di negara itu," kata Prof Nassar dalam perbincangan dengan Antara di Universitas Al Azhar.
PM Erdogan pada Senin (30/9) menetapkan pencabutan larangan pemakaian jilbab di lembaga-lembaga negara bagi pegawai negeri sipil, kecuali hakim, jaksa, polisi dan tentara. Prof Nassar, yang sebelumnya mengecam sikap PM Edogan yang dianggapnya mencampuri urusan dalam negeri Mesir, menilai jilbab merupakan hak asasi bagi Muslimah untuk dijalankan sebagai kewajiban agama.
"Saya memang menolak sikap campur tangan PM Erdogan terhadap masalah dalam negeri Mesir, tapi kali ini saya mendukung dia untuk kepentingan hak asasi Muslimah," kata guru besar Sejarah dan Kebudayaan Islam di Universitas Al Azhar tersebut.
Syeikh Nassar merujuk pada kritikan keras PM Erdogan terhadap sikap Syeikh Agung Al Azhar Prof Dr Syeikh Ahmed Al Tayeb yang mendukung kudeta pelengseran Presiden Mohamed Moursi pada 3 Juli silam. Kritikan Kepala Pemerintahan Turki itu menimbulkan reaksi keras di Mesir karena dianggap mencampuri urusan politik dalam negeri Mesir sehingga menimbulkan kerenggangan hubung diplomatik kedua negara.
Cendekiawan Muslim Mesir Fahmi Huweidi juga menyampaikan pujian senada. "Meskipun pencabutan larangan berjilbab itu terlambat dilakukan PM Erdagon, tapi itu menunjukkan langkah maju bagi Turki untuk mencairkan peraturan ketat warisan Attaturk," katanya.
Huweidi menggarisbawahi penerapan sikularisme oleh Presiden Turki Mustafa Kemal Atat?rk termasuk pelarangan berjilbab di lembaga-lembaga negara sejak tahun 1920-an.
sumber:
republika.co.id
"Itu keputusan terpuji dan berani untuk memberi hak kepada kaum Muslimah di negara itu," kata Prof Nassar dalam perbincangan dengan Antara di Universitas Al Azhar.
PM Erdogan pada Senin (30/9) menetapkan pencabutan larangan pemakaian jilbab di lembaga-lembaga negara bagi pegawai negeri sipil, kecuali hakim, jaksa, polisi dan tentara. Prof Nassar, yang sebelumnya mengecam sikap PM Edogan yang dianggapnya mencampuri urusan dalam negeri Mesir, menilai jilbab merupakan hak asasi bagi Muslimah untuk dijalankan sebagai kewajiban agama.
"Saya memang menolak sikap campur tangan PM Erdogan terhadap masalah dalam negeri Mesir, tapi kali ini saya mendukung dia untuk kepentingan hak asasi Muslimah," kata guru besar Sejarah dan Kebudayaan Islam di Universitas Al Azhar tersebut.
Syeikh Nassar merujuk pada kritikan keras PM Erdogan terhadap sikap Syeikh Agung Al Azhar Prof Dr Syeikh Ahmed Al Tayeb yang mendukung kudeta pelengseran Presiden Mohamed Moursi pada 3 Juli silam. Kritikan Kepala Pemerintahan Turki itu menimbulkan reaksi keras di Mesir karena dianggap mencampuri urusan politik dalam negeri Mesir sehingga menimbulkan kerenggangan hubung diplomatik kedua negara.
Cendekiawan Muslim Mesir Fahmi Huweidi juga menyampaikan pujian senada. "Meskipun pencabutan larangan berjilbab itu terlambat dilakukan PM Erdagon, tapi itu menunjukkan langkah maju bagi Turki untuk mencairkan peraturan ketat warisan Attaturk," katanya.
Huweidi menggarisbawahi penerapan sikularisme oleh Presiden Turki Mustafa Kemal Atat?rk termasuk pelarangan berjilbab di lembaga-lembaga negara sejak tahun 1920-an.
sumber:
republika.co.id